Loading
Showing posts with label Oleh Oleh. Show all posts
Showing posts with label Oleh Oleh. Show all posts

Sababay Wine

Widya | Saturday, September 29, 2018 |



Suatu sore mas Agung tanya, "honey mau ikut gak, diundang makan sama Bank Mandiri."
iih makaan...ya ikut dong, kalau undangna naik sepeda gak ikut, kecuali roda tiga sepedanya.
Tapi karena hari Minggu kami ke gereja dulu, misa jam terakhir di St Yoseph, Pontianak.  Sebetulnya pulang gereja itu sudah malam buat makan, jam 21 kita baru selesai misa.  mana perutku mendadak mules pula, harus pulang dulu bertapa.  Sebelum berangkat mas Agung nanya dulu, masih pada nunggu enggak.



Ke hotel .....lupa namanya. Naik ke lantai 4, langsung masuk di club dengan suara house music dan DJ kencang sekali.  Aku gak terlalu suka club house music, suaranya keras dengan musik apa itu gak jelas, yang enak di klub seperti ini hanya acara minumnya saja hahahahhaha......  Aku sama mas Agung biasanya ke klub seperti ini kalau ada undangan manten di Surabaya dan kebetulan ketemunya sama teman-teman yang suka clubbing, abis pesta masuk kamar, ganti baju copot sanggul, turun lagi clubbing. Kami pernah sampai jam 4 pagi clubbing, rasanya sudah kangen bantal, tapi ini regu masih pada mau makan nasi cumi pinggir jalan.....alamaaak....kagak lapar eike tapi ngantuuuuuk.  Mana tahu itu nasi cumi paling terkenal sak Surabaya enak apa enggak,....mata sepet.

Back to acara undangan Bank Mandiri, ternyata ada kenalan baru buat kita berdua.  Mas Yohan Handoyo dari Sababay Wine. Surprise betul.....
Beberapa hari lalu dapat kiriman WA grup yang mengabarkan kalau Indonesia sudah punya wine unggulan dari Bali, yang sudah memenangkan beberapa kejuaraan internasional.  Di dunia perlidahan, yang namanya juara wine atau juara kopi atau juara bir, itu pasti betulan spektakuler, karena lidah para juri-juri itu betul-betul sensitif, gak kayak lidah standart kita yang hanya bisa merasakan manis, asem, asin, enak dan gak enak saja.  Lha diantara berbagai kopi aja mereka para ahli kopi itu bisa tahu mana yang enak dan gak enak....padahal kopi itu dicicip tanpa campuran, dikulum dilepeh,.....kalau aku sih pasti bilang pahit semua.
Kenalan dengan orang besar yang masih muda dari perusahaan kebanggaan Indonesia, jadi kesempatan untuk wawancara tentang Sababay.  Seperti biasa aku selalu gak tahu tapi selalu kagum dengan orang-orang berprestasi.  Setelah ngobrol lama dan tukar akun IG, baru tahu kalau mas Yohan ini salah satu ahli wine (sommelier) Indonesia yang disekolahkan ke Perancis atas promosi bapak William Wongso.  Manalah aku tak tahu master gastronomi William Wongso, satu dari sangat sedikit expert kuliner tingkat atas Indonesia dan ahli wine.  Dan sekarang malah kenal, ngobrol dan ketawa-ketawa dengan sommelier Indonesia yang dikenal di dunia.
Indonesia gak punya banyak ahli wine, karena minum wine bukan bagian budaya bangsa ini.

Sababay, diambil dari nama teluk Saba di Bali, dibaca Saba - bey....asal muasalnya bisa dibaca di web lokal rasa internasional http://sababaywinery.com/our-story
Secara garis besar  awal winery ini ada, karena rasa prihatin seorang wanita terhadap nasib petani anggur Bali.  Rasa asem anggur Bali sudah sejak dulu terkenal, sehingga anggur ini berharga murah, hanya 5000 rupiah per kilo dan hanya dipakai untuk kelengkapan sajen saja.  Petani tanam susah payah, tapi harga jual super murah, miskin seumur hidup walau sudah berkeringat.  Ibu Mulyati Gozali yang peduli dengan nasib petani Bali berkeinginan membalik nasib petani Bali.  Kemuliaan dan janji Tuhan, menolong orang lain akan memberikan "kemuliaan" dan rejeki tak putus, bahkan rejekinya bukan hanya dinikmati petani Bali tapi juga bangsa Indonesia, yang saat ini sedang giat-giatnya memposisikan diri di dunia dengan berbagai cara.
Presiden Jokowi sangat mendukung kaum muda dan anak bangsa yang menciptakan apa saja untuk Indonesia Jaya.

Dari mas Yohan ini pula aku baru tahu kalau minuman beralkohol tidak boleh dipromosikan.  Waduh gimana ini mau ngetop di Indonesia ya?  Menurut dia, dengan mengadakan acara seperti makan malam tadi itu cara promosi di Indonesia. Ealaaah....berarti yang tahu hanya kalangan terbatas ya, hanya sesama penggemar wine saja.  Okelah,.....kalau gitu saya yang akan promosi di sosial media saya saja.....hahahahaha......
Mulai saat ini harus minum wine lokal dan promosikan sebanyak-banyaknya.

Wine Sababay dengan 6 jenisnya, kemarin diperkenalkan 3 rasa, 2 jenis Red Wine dan 1 jenis White Wine karena aku makan udang.  Menurut mas Yohan white wine membuat rasa ikan lebih manis, tapi red wine membuat rasa udang jadi pahit tidak enak.  Waktu dia tanya suka white apa red ?, aku jawab semua suka. Mau red atau white libaaaas......mungkin dalam hati dia bilang.."wah ini mah kagak paham wine, asal tenggak aja"  hehehhehehhehehehe....iya sih mas, saya cuma tahu enak dan enak sekali, manis dan sepet.  Sepet aja diminum, apalagi manis, pasti diminum dengan pujian.....


Kabar keren lagi dari Sababay, anggur misa di gereja Katolik akan didukung dari winery teluk Saba Bali....wuiiih keren.  Sekali lagi Tuhan memberikan kemuliaan bagi orang yang memikirkan dan berbuat untuk  orang susah.  Mudah-mudahan akan menjadi anggur misa seluruh gereja Katolik di dunia.

Sukses buat mas Yohan Handoyo, sukses buat Sababay, sukses buat Bali dan sukses untuk Indonesia Satu  (yang belakangan agak kampanye, karena 2019 thn depan pilpres dan Joko Widodo memegang nomo urut 1 😁😁😁)
Read More
Be the first to comment!

Gypsi Wife

Widya | Friday, September 28, 2018 |
Suatu ketika buka FaceBook, melintas postingan mbak Tarti Soeparwoto tentang kelas online patchwork dengan Gypsi Wife.....naah ini dia yang kutunggu. Mbak Tarti seorang quilter dan seniman patchwork yang luar biasa.  Karya-karyanya unik di mataku, aku bisa tahu hasil karya mbak Tarti jika dijejerkan dengan karya quilter lain.  Warna dan desainnya khas, mungkin juga pemakaina bahan batik menjadi ciri khasnya.  Yang jelas hasil karya mbak Tarti itu nyeni dan eyecatching.  Beberapa karyanya malah desain sendiri dari koleksi foto pribadinya.  Memindahkan foto jepretan sendiri ke kain itu sesuatu yang wow banget, tak kan disamai orang lain.  Suatu hari nanti siapa tahu mbak Tarti mau menularkan ilmunya ini....ngareeeep lagi.  Betul-betul seorang master.

Belajar pada seorang master selalu ingin kulakukan, sayang mbak Tarti jauh di Pekan Baru, dengan posisku yang mengikuti suami bertugas menajdi sulitlah untuk diriku belajar pada cik gu yang super ini.  Sampai aku melihat postingan belajar online itu.  Aaaaah ini namanya pucuk dicinta ulam tiba.  Aku memutuskan saat itu juga harus ikut.  Ternyata setelah mbak Tarti pindah ke Jakarta, mbak Tarti ingin tetap menjalin hubungan dengan murid-muridnya di Pekan Baru, dan calon murid sepertiku ini kebagian rejeki belajar pada sang guru.  Terimakasih Tuhan karena menggerakkan mbak Tarti tinggal di Jakarta πŸ˜ƒπŸ˜ƒπŸ˜ƒ.

Gypsi Wife Patchwork menjadi pelajaran patchwork perdanaku dengan cik gu Tarti.  Teman-teman yang belajar di grup yang sama semua sangat berbakat dan pintar-pintar.  Bukan hanya dari cik gu aku belajar, tapi juga dari teman-teman sesama murid yang mungkin malah sebagian besar mereka juga sudah master..... Guruku banyak dan ilmuku jadi banyak juga.

Bahan untuk Gypsi Wife ini aku siapkan sendiri, aku beli dari Bali Batik Iki, karena kata cik gu wanita Gypsi itu berani menabrak-nabrakkan warna, maka jadi kesempatan untukku pakai semua warna yang aku suka.  Toh karya perdana ini akan jadi koleksiku kan.  
Pola Gypsi Wife diberikan setiap hari satu block. Dan dalam satu bulan sudah jadi karya patchwork seukuran tempat tidur.....betul-betul spektakuler untukku, karena ini karya terbesar pertamaku.
Melihat hasilnya aku heran sendiri, ternyata kalau mau, aku bisa bikin karya segede ini dalam sebulan.  Langsung ada penyesalan kenapaaaaa tidak dari muda saja, kemana saja aku dulu....sekarang rasanya aku harus berlomba dengan umur untuk bisa bikin karya-karya besar seperti ini.  Mudah-mudahan mabk Tarti dan teman-temanku sehat semua, aku sehat juga dan kita tetap bisa menjahit bareng sampai rambut kita tak tersisa hitamnya.


Read More
Be the first to comment!

Lace Applique Bersama Adida 4

Widya | Friday, September 28, 2018 |
Suatu hari dihubungi oleh mbak Maria Magdalena, seorang wanita serba bisa yang kukenal melalui Face Book, karena kami berdua menjalankan pendidikan homeschooling untuk anak-anak kami.  Serba bisa dan punya minat yang banyak di bidang ketrampilan, sepertinya sama kayak aku, wanita geleman kalau berurusan dengan bikin yang cantik-cantik.  Blognya http://www.limeleaves.biz/ bahkan sudah menjadi blog bisnis.  Disana beliau menjual desain dan hasil karyanya. Yang bikin aku kagum dan pengin bisa lagi itu adalah kemampuannya untuk membuat desain sendiri.  Mungkin suatu hari dia mau jadi mentor desain crafting dengan komputer....ngareeep.

Kalau kita sudah pernah bikin patchwork, kita akan tahu untuk membuat desainnya bukan hal mudah.  Menyamakan pola satu dengan pola lain hingga membentuk gambar yang bagus itu tidak gampang.  Ukuran tidak sama hasilnya pasti tidak akan ketemu dengan gambar-gambar di sebelahnya.  Menjahit desain orang saja tidak mudah, memilih kain yang cocok, bisa bikin kepala  nyut-nyutan, apalagi membayangkan desain dibuat dengan cara manual dan trial and error saja perut langsung mules, kepala langsung pusing.  Ilmu belum sampai kesana.

Melalui pesan FB messenger mbak Maria menawarkanku untuk ikut belajar online menjahit Lace Applique.  Appliquenya aku tahu dan sudah pernah bikin saat aku masih SMP. Tapi embel-embel Lace nya itu tidak tahu.  Seperti biasa, sesuatu yang belum kuketahui selalu memancing penasaran. Aku iyakan untuk bergabung di Adida 4 bersama teman-teman lain dari berbagai kota.

Proses belajar dan menjahit bersama ini akan berlangsung selama 6 bulan, satu pola setiap bulan. Pola akan dikirimkan melalui email yang harus kita cetak, kita rangkai menjadi pola utuh.  Untuk merangkai pola utuh ini juga harus agak mikir sedikit, karena pola yang dikirim hanya potongan seperempat pola, sehingga mencetak dan mengcopy dengan sistem cermin harus dilakukan.  Pola jadinya ternyata cukup besar.  Setiap anggota menyiapkan kain sendiri sesuai selera warna masing-masing.  Kain gelap dan terang untuk membedakan Lace dan Backgroundnya, dan kain berwarna lain untuk bunga di tengah Lace.  Setiap pola Lace dibuat untuk 2 bulan, namun bunga di tengah berbeda setiap bulan.  Menjadi kewajiban semua peserta untuk menyelesaikan satu pola setiap akhir bulan dengan mengirimkan foto jadi.  Tidak dapat menyelesaikan satu pola, maka otomatis akan dikeluarkan dari grup wa dan tidak dapat mengikuti pola berikutnya.  Keharusan untuk selesai ini membuatku semangat mengerjakan.  Tanpa deadline mungkin proyek ini tak kan selesai sama sekali.

Satu hal yang membuat proyek ini sebetulnya bisa diselesaikan tepat waktu adalah pembuatannya dengan tangan, semua dijahit dengan tangan, tanpa mesin.  Sehingga potongan kain, jarum dan benang bisa kita bawa kemana saja dan jahit kapan saja.  Aku biasa membawa jahitan ini ke kegiatan organisasi, menemani suami nonton TV, atau saat berkendaraan.

Perjalanan belajar ini memiliki cerita berbeda-beda. Di bagian lace sejak awal tak ada kesulitan. Namun di aplikasi bunga menemukan kesulitan.  Sebetulnya sudah pernah belajar bikin batang itu harus dengan kain yang dipotong serong supaya bisa lengkung, tapi teori itu lupa, sehingga di lace pertama batang bunganya kaku.  Di pola bulan kedua batang sudah berbeda cara pembuatannya hingga lebih bagus.  Tapi aplikasi bunga belum presisi seperti milik teman-teman lain.   Ternyata ada perbedaan cara.  Seharusnya pola bunga dan daun semua digambarkan juga di kain background, kemudian potongan-potongan kain itu ditempelkan sesuai pola gambar tadi.  Dan itu tidak kulakukan, maka bunga yang terjahit posisi dan jarak tak sesuai pola yang diberikan.  Di pola ketiga hal itu baru diperbaiki.

Namun aku tak pernah membongkar pekerjaan yang salah.  Biarlah itu jadi pelajaran dan malah bisa dilihat kembali sambil mempelajari kesalahan dalam perjalanan.
Hasil bergabung dengan Adida 4 aku simpan di https://www.instagram.com/p/BboKc6olun3/?taken-by=ide_dan_jemari

Terimakasih mbak Maria Magdalena, terimakasih teman-teman Adida yang selalu saling menyemangati.  Menanti untuk perjalanan menjahit bersama berikutnya.
Read More
1 Comment so far

Cerita Seru Jalagita sepanjang April dan Mei 2018

Widya | Friday, June 08, 2018 |


April 2018 adalah bulan tersibuk untuk Jalagita.  Diawali dengan tampil di HUT Dharma Pertiwi tanggal 17.  Ini kali ketiga kami tampil di acara puncak HUT Dharma Pertini, dengan ibu ketua umum Dharma Pertiwi yang baru, ibu Nani Hadi Cahyanto.  Sebagai satu-satunya wakil dari unsur Jalasenastri, kami bertekad untuk tidak tampil memalukan.  Dan hasilnya kami mendapatkan kesempatan untuk tampil kembali di Istana Bogor dalam rangka hari Kartini tanggal 21.  Ibu Nora Ryamizard, ketua panitia hari Kartini Nasional yang juga adalah istri menteri pertahanan di kabinet Kerja presiden Joko Widodo, yang meminta kami untuk tampil bersama tim Orchestra TNI AL.  Kami takin AL dan Jalasenastri sangat banaga, karena tim orkestra dan kolintangnya menjadi satu-satunya hiburan di Istana.  Kami bermain bersama mengiringi peragawati dari TNI Polri.

Seusai tampil kami mendapatkan kesempatan yang membahagiakan,.......berfoto bersama presiden Joko Widodo dan ibu Irina.  Lucu kejadiannya.  Saat itu kami belum beranjak pulang karena masih ingin betfoto-foto di sekitar istana  Tak sengaja aku menoleh ke ahah istana, dan tampak presiden kebanggaan Indonesia sedang berfoto dengan istri-istri menteri Kabinet Kerja.  Otomatis, aku berbalik dan melambai-lambaikan selendang minta foto, mau maju tapi dilarang paspampres....tapi tak mau menyerah aku teriak-teriak....paaak.....paak.... dan ibu Yudo ikut juga berteriak-teriak.....diingatkan oleh Ketua Umum Jalasenastri ibu Ade Supandi, untuk tidak berteriak-teriak, tapi kami bandel.....hahahahahahha......akhirnya presiden memberi kode untuk berbaris di depan beliau.....wuuuiiiih langsung lari secepat kilat diikuti anggota Jalagita, ibu Yudo Margono, ibu Ade Supandi, ibu Ari Atmaja, ibu Chiko Irawan, mbak Widi, Kiki Denni Hendrata, Yuni Iwan.......hahahhhahahahha......lupakan status, yang pending bisa foto dengan Presiden di Istana Bogor.
Melihat kami bisa berfoto dengan presiden, tim orkestra juga tak mau kalah, mau ambil posisi menggantikan tempat kami.   Hari yang tak kan terlupakan untuk Jalagita.

Aku sempatkan untuk pulang ke Pontianak sebentar, karena ketua usum Dharma Pertiwi akan berkunjung ke Pontianak.  Tapi baru turun dari pesawat ada pesan masuk untuk segera kembali ke Jakarta besok pagi karena Jalagita harus rekaman, perintah KSAL.  Aduuuuh.....langsung malam itu juga mengumpulkan kasi-kasi dan waket Korcab XII di rumah, untuk membicarakan persiapan apa sΓ₯ja yang perlu dilakukan.  Sampai jam 0100 dinihari, rapat selesai.  Dan sudah diputuskan oleh ibu Waketum, ibu Ina Taufiqurahman bahwa ketua daerah Armabar ibu Yudo akan berada di Pontianak selama kunjungan Ketum Dharma Pertiwi.  Mungkin sepanjang sejarah ya baru ini ada ketua Korcab digtntikan Ketut Daerahnya.  Mohon maaf ya mbak Vero.....bukan maksud hatiku.   Terimakasih banyak mbak Vero.  Aku sungguh beruntung memiliki senior-senior yang sangat memahami dan mau membantu.  Kunjungan berlangsung sukses, dan ketua Daerah juga happy karena anggota Korcab XII semua siap.  Terimakasih ya ibu-ibu sayang.  Thanks to my love too for supporting me.

Kembali ke Jakarta pagi hari dengan pesawat jam 0600, badan sudah mulai merasa tidak nyaman. Batuk, pusing dan demam.  Dari bandΓ€ra langsung menuju Cilandak untuk latihan.  Kami hanya punya hari ini saja untuk latihan, sebelum besok rekaman di kantor PP.  Agak santai karena rekaman kami tak perlu menghafal semua lagu, bisa melihat partitur, walau begitu pukulan tetap tak boleh salah.

Rekaman berjalan lancar, walau kepala terasa berat dan demam masih tak mau pergi. Dari semula hanya 10 lagu, kami teruskan sampai 13 lagu  yang sudah menjadi koleksi Jalagita.  Pukul 1830 rekaman selesai.  Rencananya rekaman ini akan menjadi isi goodie bag saat pisah sambut KSAL.  Sungguh suatu kehormatan untuk Jalagita.

Dari rekaman, tak lama berselang kami harus mengisi acara Navy Gathering and Dinner, Tribute for Admiral Ade Supandi.  Kami memainkan tiga lagu, Mojang Priangan, Wanita dan Yamko Rambe Yamko dengan koreografi yang rancak.  Sayang sound system tak  begitu bagus, sehingga makantar/penyanyi tak bisa mendengarkan kolintang, terasa seperti susul-susulan.  Begitu juga makantar menyanyi dengan suara yang kadang keras kadang pelan.  Dengan tamu seluruh perwira Angkatan Laut dari seluruh Indonesia sungguh sayang tak bisa tampil maksimal karena sound system kurang baik.

Masih berlanjut dengan penampilan di kantor PP , karena ibu Ketum Jalasenastri mengundang ibu Ketua Umum Dharma Pertiwi,  Ketua Umum Persit KCK, Ketua Umum Pia AG untuk meresmikan museum Bintarti dan gedung Jala Kriya.  Dua lagu baru Balada Pelaut dan Don't  Forget To Remember.......ini penampilan paling kocak selama karier Jalagita.  Lagu Balada Pelaut, 7 pemain semua hilang ketukan, hanya bass dan melodi satu bermain lancar.  Kami semua saling melihat dan senyum selebar mungkin, geli karena kami betul-betul tidak paham bagaimana harus memukul alat kami.  Ternyata kalau ada pemain yang salah tempo dan ketukan, pemain lain tak akan mendapatkan ritme yang pas walaupun kuncinya hafal.  Betul-betul aransemen mantap pak Boy sang maestro.  Yang bikin lucu lagi, makantar tak menyadari bahwa pemain di belaag mereka tidak memukul dengan benar....hahahahahhahahaha
Di lagu kedua giliran makantar seperti penyanyi sakit gigi, masuknya ragu-ragu, ucapannya tidak jelas, karena lagunya tidak hafal.  Pemain ?  ooooh mulus .....semua notasi terpukul dengan baik.

Penutup kegiatan Jalagita sepanjang April - Mei 2018 adalah tampil di acara memorandum Ketua Umum Dharma Pertiwi tanggal 25 Mei 2018.  kami hanya memainkan satu lagu "Wanita" ciptaan Ismail Marzuki, yang kami mainkan dengan manis sebagai kado penutup bagi Ketua Umum Jalasenastri yang akan melakukan serah terima jabatan kepada ketua umum baru ibu Manik Siwi Sukmaaji





Read More
Be the first to comment!

Jalagita 2017

Widya | Friday, June 02, 2017 |
Suatu kali di awal April, aku mendapat telepon dari ibu waketum Jalasenastri, Ibu Ina Taufiqurahman.  Ibu teteh biasa beliau di sapa, meminta tim Jalagita 2016 untuk tampil di HUT Puncak Dharma Pertiwi tgl 18 April.  Kami hanya memiliki waktu 6x latihan untuk menyiapkan 3 buah lagu.  Aku langsung menghubungi setiap pemain untuk segera menyiapkan diri berlatih kembali.

Pada saat gladi bersih, dari 3 lagu yang sudah kami siapkan, hanya 1 lagu yang boleh dibawakan, dan diminta untuk menyiapkan 1 lagu lain.  Secepat kilat kami melatih lagu Aryati, yang sesungguhnya belum pernah kami mainkan dalam grup ini.  Hanya pemain dari Armabar saja yang pernah berlatih lagu ini.  Walaupun sambil ngomel, karena lagu-lagu yang boleh dan tidak boleh dimainkan seharusnya dikomunikasikan sejak awal, kami berusaha keras supaya tampil baik dan tidak memalukan Jalasenastri dan khususnya tidak memalukan kami sendiri sebagai juara pertama tahun lalu.  Akhirnya penonton pun terheran-heran, karena kami tampil maksimal dengan koreografi gerakan dan tarian pula.  Mereka pun akhirnya berkata ....."memang kalau pemain profesional itu beda ya....."πŸ˜‚

Jalagita tahun ini beranggotakan ibu-ibu Jalasenastri dari wilayah Barat dan Timur sekaligus.  Sungguh komplit kalau hendak dikatakan mewakili Jalasenastri.  4 orang dari Armabar, 1 dari Pushidros, 2 dari Lantamal III Jakarta, 3 dari Pasmar 2, 2 dari Kodiklatal Surabaya.
Kali ini, komandan regunya aku, karena mas Agung sudah menjadi Pati.  Ibu Trusono sebelumnya adalah komandan regu kami, namun beliau sudah tidak bermain lagi, karena pak Trusono sudah menyandang pangkat bintang tiga.  Mungkin dianggap terlalu senior.  Anggota termuda kami hanya berselisih jarak 5 tahun dari Dea, lebih cocok jadi anak daripada rekan.....πŸ˜†

Selesai menunaikan tugas tampil di Dharma Pertiwi, ibu teteh memberikan tugas baru mengikuti lomba kolintang piala Ibu Negara di Semarang.  Tugas yang kami terima dengan jantung berdegup kencang.  Konsultasi dengan pak Boy Makalew, pelatih kami bukan membuat kami tenang, malah semakin jantungan.  Bagaimana tidak ?  Pak Boy mengatakan, biasanya untuk lomba nasional seperti ini, persiapan 3 bulan, tapi kami hanya punya waktu kurang lebih 1 bulan sΓ₯ja.  Pak Boy juga memiliki jadwal yang padat karena tim-tim binaan pak Boy juga akan mengikuti lomba dalam rangka HUT Jalasenastri.  Akhirnya pak Boy meminta koleganya pak Berty Rarun untuk membantu melatih kami.  Total waktu latihan kami hanya bisa berlatih 18 kali saja.  Setelah berjalan beberapa kali, kamipun merasa perlu bimbingan pelatih vokal, dan akhirnya Daniel Papilaya yang baru berusia 25 tahun menjadi pelatih vokal Jalagita.

Lagu wajib Ilir-ilir karya Sunan Kalijogo, menjadi tantangan sendiri.  Karena mayoritas pemain orang Jawa, kami menyadari, lagu ini tidak dapat dibawakan secara sembarangan.  Lagu yang berisi petuah dan memiliki daya magis ini kami mainkan dengan baik dengan koreografi gerakan yang manis dan sopan.  Aransemen lagu ini temakan waktu hampir 5 menit sendiri, maka untuk lagu pilihan Melati di Tapal Batas, hanya memiliki waktu sekitar 3 menit saja, karena kami dibatasi waktu tampil 9 menit untuk dua buah lagu.  Aransemen Melati di Tapal Batas juga ciamik, sayang waktunya terbatas, andai lebih lama, aku yakin pak Berty akan membuatnya lebih cantik lagi.

Latihan yang berlangsung setiap hari, membuat daya tahan pemain jatuh silih berganti.  Kami harus banyak berdoa dan berusaha untuk dapat memainkan aransemen yang bagus dan rumit.  Menjaga kesehatan, saling mendukung, saling melatih di pukulan-pukulan sulit, saling bersabar hati, saling mengingatkan pantangan masing-masing.  Ketatnya jadwal, meninggalkan anak-anak yang sedang ujian atau ulangan umum sungguh menguras emosi sebagian besar anggota tim, antara menjalankan tugas organiskas dan tugas mendampingi anak-anak di saat-saat pentingnya, membuat emosi naik dan turun.  Namun sebagai ketua tim, aku sungguh terbantu dengan karakter anggota tim yang positif dan ceria.  Tak ada hal yang tidak dapat kami diskusikan bersama.  Mulai dari membuat gerakan, memilih asesoris, merekayasa kostum, memilih menu makan dan lain-lain.

Kerja keras, dan kekuatan batin kami akhirnya berbuah manis.  Jalagita berhasil meraih juara pertama Kategori A dan berhasil merebut piala bergilir Ibu Negara dari juara bertahan Kemuning Putih dari Bea Cukai.  Selain itu, Jalagita juga berhasil meraih aransemen terbaik dari semua kategori.  Hadiah indah buat pelatih kami Pak Boy Makalew dan Pak Berty Rarun.

Video diunggah ke Youtube oleh pemain melodi Jalagita, Arba Joevita




Read More
Be the first to comment!

Camping di Tanakita Camping Ground

Widya | Wednesday, July 20, 2016 | |
Tanakita camping ground berada di kawasan taman nasional Gede Pangrango.  Kalau kita dari Jakarta  ke Sukabumi melalui Ciawi, terus saja ikuti jalan utama ke Sukabumi.  Melewati kawasan berikat pabrik-pabrik, pasar-pasar tradisional, kawasan wisata Lido, Sekolah Polisi Negara Lido hingga menemui Polres Cisaat.  Sebelum Polres Cisaat itu belok kiri, melewati Pusat Pelatihan Icuk Sugiarto, pebulu tangkis nasional. Terus menanjak hingga masuk gapura Kawasan Taman Nasional Gede Pangrango.

Awal mengajak papa dan mama yang sudah berusia cukup lanjut, ada keraguan, karena biasanya daerah camping ini menanjak untuk sampai lokasi tenda.  Tapi ketika kendaraan kami bisa parkir di sisi area tenda, semua kekhawatiran sirna. Kami datang cukup pagi, karena kami berangkat jam 0500 pagi dari Ciangsana Cibubur, sehingga kurang lebih jam 0900 kami sudah tiba lebih dulu di Tanakita. Cepat-cepat kukirim pesan pendek ke mama, mengabarkan kemudahan dan kenyamanan yang bisa dinikmati orang-orang usia lanjut.  Mobil hanya parkir sementara di sisi area kemah, untuk menurunkan orang dan barang saja, nanti mobil akan diparkirkan oleh petugas ke tempat parkir yang sudah tersedia.
Satu lagi kemudahan, kalau tidak ingin mengalami macet di sepanjang jalan ke Sukabumi, bisa naik taksi dari Jakarta ke Stasiun Bogor, dan naik kereta ke Cisaat. Nanti dijemput oleh angkot yang sudah kita koordinasikan dengan pengelola Camping Ground sebelumnya.  Cukup membayar 100rb rupiah untuk satu angkot.

Camping di Tanakita, tidak perlu membawa logistik sendiri, kopi dan teh tersedia 24 jam, self service.  Makan pagi, siang dan malam plus 3 kali snack sudah disediakan.  Termasuk acara api unggun dengan jagung bakar dan wedang ronde.  Pokoknya gak sempat kelaparan.  Tapi kalau takut tidak bisa makan atau punya makanan kesenangan sendiri, bisa bawa dan masak sendiri.  Dapurnya boleh dipinjam.  Yang paling menarik makan pagi, selain nasi dan kelengkapannya, disiapkan bahan pan cake dengan kompor buatan sendiri.  Bisa membuat pancake sendiri, tentu saja anak-anak yang plaing senang.  Mereka bisa pura-pura sedang berjualan pancake dengan melayani pesanan anggota keluarga.

Kami memilih 4 tenda di pojok, 2 menghadap Selatan, 2 menghadap Barat, sehingga masih ada wilayah kosong di pojok area kami, untuk nanti kegiatan memasak dengan kompor percobaan papanya Alda.  Untuk setiap rombongan disediakan satu tour guide yang akan mengantar kami kemana kami mau dan menawarkan kegiatan apa saja yang bisa kami lakukan.  Tour guide kami bernama Asep, sopan dan komunikatif serta ringan tangan.
Tenda yang disediakan bisa muat untuk 3 matras tidur, dan disiapkan juga sleeping bag yang wangi dan bersih supaya tidak kedinginan di malam hari.

Setelah beres-beres tenda, kami berjalan ke danau Situgunung yang berjarak 700meter dari area tenda.  Saat berangkat sih enak, jalannya datar dan menurun.  Tapi ketika pulang, lumayan berat di tanjakan untukku yang sedang flu, nafas satu-satu.......aigoooo
Danau Situgunung indah, karena kami camping di bulan puasa, maka danau sepi. Tapi dengan sepinya itu danau jadi menarik, memberikan ketenangan. Kami banyak mengambil gambar di sini.  Papa dan mama kuat lho berjalan pulang pergi.  Tapi kalau tidak kuat ada jasa ojek.  Aku tidak berani pakai jasa ojek, karena jalannya berbatu, takut tergelincir.  Jalan kaki saja sekalian olahraga.

Dari danau itu kami kembali ke tenda dan charter angkot ke sungai. Sungainya bersih dan ada area tenda di pinggirnya. Area ini lebih sepi, karena hanya berisi sekitar 6 tenda saja.  Air sungai yang dingin tidak menyurutkan keinginan mas Agung untuk berenang di sungai.  Disediakan teh panas dan singkong goreng.....uuuuh enaknya dingin-dingin minum teh panas dan singkong goreng.  Lokasi ini juga lokasi terakhir kalau kita mau ikut tubbing.  Namun kami tidak ikut tubbing karena Dea mau ujian, Alda mau balet.  Tubbing di sini berbeda dengan tubbing di Gua Pindul Yogyakarta yang berair tenang.  Tubbing di Cisaat ini, setiap orang memakai ban sendiri dan meluncur sendiri-sendiri mengikuti arus sungai, meliuk di bebatuan.  Tentu saja alat keselamatannya lengkap, mulai dari pelindung kepala, lutut dan lengan plus pelampung.

Kembali ke tenda, anak-anak dan Albert uji coba kompor buatan yang sudah melalui 9x percobaan pembuatan.  Buat indomie.  Kompor berhasil, namun harus dipikirkan lagi penghalang angin, supaya apinya tidak mati.  Dan jawabannya ketemu saat makan pagi membuat pancake keesokan harinya. Albert sudah memotret kompor buatan Tanakita untuk dicontoh.  Kita pakai di camping berikutnya ya Bet.....

Makan malam dengan menu super banyak......rasanya juga enak. Oh iya snack sore itu Combro dan Pisang Goreng.....kesenangan mas Agung.  Saat makan malam, diiringi musik gitar dan penyanyi yang ternyata para petugas di situ.  Rupanya setiap petugas harus memiliki banyak kemampuan selain menjadi guide, juga bisa memasak, menyanyi, mengemudikan kendaraan.  Selesai makan, karena keluargaku suka musik semua, maka bergabunglah memeriahkan suasana sampai tengah malam.  Sempat terpotong sebentar untuk jalan-jalan melihat kunang-kunang.
Von Trapp dari Bulak Rantai.......senang rasanya melihat Dea, Tista, Alda, Ledy, Albert n mas Agung menyanyi bareng-bareng.

Kesempatan berkumpul dengan keluarga besar sungguh mahal dan berarti.  Mengingat papa dan mama yang sudah berusia diatas 70 tahun, tapi masih sehat, bisa jalan-jalan bersama dan melihat papa mama tersenyum senang, sungguh kemewahan.  Di antara kesibukan yang membuat kami jarang bisa bertemu, menginap semalam bersama sungguh istimewa.  Semoga Tuhan masih memberikan kesempatan kepada keluargaku untuk bisa berlibur bersama-sama lagi.
Syukur kepada Tuhan, saat papa mama masih sehat, anak-anak kami juga sudah dewasa untuk bisa mengingat peristiwa-peristiwa yang menyenangkan bersama eyangnya.
Read More
Be the first to comment!

Main Kolintang

Widya | Wednesday, July 20, 2016 |
Kolintang alat Musik tradisional dari Menado, Sulawesi Utara.  Terbuat dari kayu yang tersusun dari nada rendah ke nada tinggi.  Dalam satu set terdapat 9 alat dengan nama dan bunyi yang berbeda.  Kesembilan alat itu dimainkan dengan cara dipukul, namun memiliki variasi pukulan yang berbeda dan saling mengisi sehingga menjadi lagu yang indah. Bermain kolintang tidak bisa saling meniru pukulan alat lain, masing-masing pemain harus menghafal pukulannya sendiri.

Kesempatanku bermain kolintang datang ketika ada lomba yang diselenggarakan oleh Dharma Pertiwi, dalam rangka ulangtahun Dharma Pertiwi tahun 2016.  Kebetulan aku menjadi ketua seksi budaya di kepengurusan  Daerah Jalasenastri Armada Barat, yang bertanggung jawab untuk lomba kolintang mewakili Jalasenastri.  Awalnya yang bermain untuk alat kolintang jenis Cello bukan diriku, namun mencari pemain lain sunguh sulit.  Akhirnya kupaksa diriku untuk bisa menghafalkan kunci lagu dan pukulannya.  Karena ini untuk lomba, maka aransemen dibuat lebih sulit.
Sementara rekan-rekan lain sudah berlatih 5 kali, aku harus mengejar dalam semalam untuk menguasai alatku.  Sepanjang malam aku menghafalkan partitur dan mendengarkan rekaman yang ada.
Cara belajarku yang menghafalkan kunci C dimainkan sekian kali sebelum pindah ke kunci berikutnya, membuat aku harus menghafal sekian kunci dan sekian not.
Aku bukan seorang pemain musik yang bisa mendengarkan lagu lalu menyesuaikan kuncinya....aku menghafal semua isi partitur dan bermain dengan menghitung.
Sering not-notnya aku bunyikan, dengan pelafalan berbeda tapi bunyinya sama.....nada do sol mi pindah ke kombinasi re fa la tapi bunyinya sama.....mas Agung dan anak-anakku yang sangat musikal tertawa melihat dan mendengar caraku belajar.
Ingat jaman SMA dulu saat aku menghafal partitur paduan suara dalam mobil sepanjang jalan ke sekolah, mungkin saking tidak tahan mendengarkan suaraku, papa bilang...."mbak kamu itu membunyikan nada sol sama mi koq sama..." .....hahahahahahaha......
Caraku menghafal ini juga tidak bisa sambung dengan teman-teman yang lebih musical, kalau kita mau menyamakan nada, mereka akan bilang syair atau bagian lagunya....sementara aku tidak hafal syair dan bagian lagu, aku akan tanya di partitur halaman berapa bagian yang mana, dan merekapun bingung menjawabnya.......ternyata setiap orang memiliki cara sendiri untuk menghafalkan.

Lagu yang kami mainkan saat itu, Manuk Dadali dan Dari Sabang Sampai Merauke.  Alat yang biasa kami pakai berlatih dan alat yang akan dimainkan saat lomba ternyata berbeda ukuran.  Sebagai pemain amatir, perbedaan alat bisa membuat kami lupa semua not dan pukulan.  Hati kami sempat panik.  Sepertinya harus berlatih dengan alat yang memiliki ukuran yang sama dengan alat yang akan dimainkan itu.  Akhirnya kami pindah tempat latihan dari Armabar ke Pasmar di Cilandak.  Agak lumayan mengobati kepanikan.  Usaha dan latihan kami tidak sia-sia, tim gabungan  Jalasenastri meraih juara pertama.  Horeeeeeee.........

Setelah perlombaan itu, Armabar tetap meneruskan berlatih sebagai persiapan lomba berikutnya.  Di bawah asuhan pelatih senior pak Boy Makalew kami menyiapkan 2 buah lagu Neng  Geulis dan Nenek Moyangku.  Lawan terberat kami tim Pasmar 2, yang sebagian anggotanya adalah teman-teman seperjuangan kami saat lomba di Dharma Pertiwi.  Kami saling tahu kemampuan masing-masing.  Pelatih kami pak Boy, memegang 4 tim, juga mengatakan hal yang sama.  Tim Armabar akan menjadi lawan terberat tim Pasmar 2, tergantung mana yang lebih siap saat lomba, dengan aransemen yang hampir sama sulitnya di lagu wajib Nenek Moyangku.  Lomba yang kontroversial, salah satu juri bukan juri yang menguasai atau dapat bermain kolintang.  Saat kami naik panggung, ketika melirik barisan juri, hati kecilku sudah berbisik ada sesuatu yang akan merugikan tim kami.  Dan bisikan hatiku menjadi kenyataan, kami kalah total, bahkan dari tim dengan aransemen sederhana dan penyanyi bersuara false.  Tidak satupun nomor kami raih.  Setelah mendengarkan rekaman lomba, semakin jelas kalau lomba ini layak mendapat julukan lomba yang kontroversial.

Kekalahan tim kami, malah membuat kami bertekad berlatih terus dengan aransemen yang semakin sulit.  Dan aku memang minta kepada pelatih untuk memberikan aransemen lagu yang sulit dan lebih rumit.  pelatih kami memberikan lagu Logika yang aransemennya keriting.  Memerlukan 6 kali pertemuan untuk mengerti alur bermainnya.  Dan karena kami akan tampil lagi di acara intern, latihan dipacu menjadi setiap hari di minggu terakhir plus masih ditambah satu lagu baru lagi yang lebih mudah.  Total kami harus menghafalkan 2 lagu baru dan 2 lagu lama. 4 lagu.....!!!
Untuk pemain profesional mungkin ini bukan hal yang sulit.  Tapi aku baru bermain alat ini di usia menjelang 50 tahun, dan ini adalah prestasi.
Ternyata otak kita kalau dipaksa dengan semangat dan keinginan bisa menghafal dengan baik.

Bermain musik itu mencerdaskan kata para ahli, mungkin aku akan merasakan manfaatnya dalam beberapa tahun ke depan.


Read More
Be the first to comment!

2016......Jadi Guru

Widya | Saturday, February 06, 2016 |
Hal baru yang aku senang kerjakan adalah handycraft.    Sesuatu yang aku temukan belakangan setelah aku mencintai kegiatan membaca dan kemudian memasak.  Membaca sudah jadi makanan pokok sejak aku kecil, kemudian di usia 12 tahun aku mulai suka memasak, tiada hari tanpa praktek resep baru.  Jadi koki dan kerja di hotel adalah impianku yang tidak pernah berubah, dan aku memang sempat jadi koki di Aryaduta Jakarta saat masih bergabung dengan Hyatt.  Kemudian hari-hariku disibukkan dengan mengurus anak-anak. Setelah anak-anak besar, mereka memasak sendiri dengan selera mereka masing-masing, kegiatan memasakku pun berhenti setelah sempat jualan kue dan roti beberapa tahun sambil antar jemput anak-anak.
Baru di tahun 2010, aku mulai belajar patchwork dan segala hal yang berhubungan dengan kain dan mesin jahit, yang kemudian berlanjut ke clay, wire weaving.  Di Amerika aku belajar knitting dan tatting untuk melengkapi crochet yang sudah pernah aku tekuni sebelumnya.  Mama bilang ..."padahal dari dulu kamu sudah mama kenalkan dengan hal-hal ini, tetapi koq gak pernah tertarik....."  Aku juga gak tahu kenapa selalu terlambat menyadari potensi lain dalam diri sendiri.  Hal yang paling akhir aku pelajari adalah wire weaving, shibori dan paling belakang decoupage.

Kemana selama ini hasil karyaku....? aku simpan atau aku bagi-bagi untuk souvenir atau kado Natal. Mungkin hal ini yang bikin mas Agung suka ngomel, koq semua dipelajari tapi gak ada yang kelihatan.  Iya gak kelihatan wong barangnya kalau gak dipakai sendiri ya di kasihkan ke orang....hehehehehe.

Paruh ketiga tahun 2015, aku ditugaskan oleh Jalasenastri untuk membuat pelatihan bagi ibu-ibu Jalasenastri di lingkungan Armada Barat.  Bersama adik-adikku, dik Yanti Oke dan dik Yuli Monang, kami memberikan demo pelatihan pembuatan kotak souvenir dan gantungan kunci, yang kemudian dilanjutkan dengan pelatihan perorangan. Saat itu aku hanya bertindak sebagai fasilitator saja.  Adik-adikku yang mengajar 2  ketrampilan itu.  Dari kegiatan itu, aku dan adik-adikku kemudian berpikir untuk bergabung, dan melanjutkan kegiatan kami ke tahap berikutnya, mengingat penugasan suami tidak selalu di Armabar.  Tapi itu cerita lain yaaaa......

Awal tahun 2016, 2 orang teman ingin belajar wire weaving. Rasanya maju mundur untuk menentukan biaya belajar.  Mengingat di luar biaya belajar wire weaving tidak ada yang murah. Paling murah 500rb.  Aku ingat punya keinginan untuk menularkan ilmu dengan biaya yang tidak terlalu tinggi, supaya banyak orang mau belajar. Aku hitung-hitung biayanya, dan aku coba menawarkan dengan harga yang tidak terlalu mahal. Dan mereka mau.  Murid pertamaku, 2 orang wanita cantik yang belajar wire weaving.....senaaaang sekali rasanya....bukan karena uangnya tapi karena bisa berbagi ilmu dan mereka menyenangi hal baru yg mereka pelajari.

Kemudian aku iseng membuat decoupage di atas tas, berhasil cantik sekali.  Iseng juga aku pasang di grup wa.  Tidak lama, banyak yang minta belajar, jadilah 3 grup....sekali lagi tersenyum melihat kegirangan murid-muridku menguasai hal baru.....
Ditengah-tengah menikmati kegembiraan mereka itu, aku berpikir ...."apa lagi ya yang bisa aku tularkan".....
Jadi guru itu harusnya selalu selangkah di depan muridnya, tidak bisa stop berpikir dan berkarya.  Jadi guru itu menyenangkan dan penuh tantangan.

eeeh.....tapiiiii kan aku sudah lama jadi guru untuk anak-anakku ya......?!?!

"Who dares to TEACH must never cease to LEARN"
Read More
Be the first to comment!

Translate

Button

Warna Warni Perjalanan