Loading

Main Kolintang

Widya | Wednesday, July 20, 2016 |
Kolintang alat Musik tradisional dari Menado, Sulawesi Utara.  Terbuat dari kayu yang tersusun dari nada rendah ke nada tinggi.  Dalam satu set terdapat 9 alat dengan nama dan bunyi yang berbeda.  Kesembilan alat itu dimainkan dengan cara dipukul, namun memiliki variasi pukulan yang berbeda dan saling mengisi sehingga menjadi lagu yang indah. Bermain kolintang tidak bisa saling meniru pukulan alat lain, masing-masing pemain harus menghafal pukulannya sendiri.

Kesempatanku bermain kolintang datang ketika ada lomba yang diselenggarakan oleh Dharma Pertiwi, dalam rangka ulangtahun Dharma Pertiwi tahun 2016.  Kebetulan aku menjadi ketua seksi budaya di kepengurusan  Daerah Jalasenastri Armada Barat, yang bertanggung jawab untuk lomba kolintang mewakili Jalasenastri.  Awalnya yang bermain untuk alat kolintang jenis Cello bukan diriku, namun mencari pemain lain sunguh sulit.  Akhirnya kupaksa diriku untuk bisa menghafalkan kunci lagu dan pukulannya.  Karena ini untuk lomba, maka aransemen dibuat lebih sulit.
Sementara rekan-rekan lain sudah berlatih 5 kali, aku harus mengejar dalam semalam untuk menguasai alatku.  Sepanjang malam aku menghafalkan partitur dan mendengarkan rekaman yang ada.
Cara belajarku yang menghafalkan kunci C dimainkan sekian kali sebelum pindah ke kunci berikutnya, membuat aku harus menghafal sekian kunci dan sekian not.
Aku bukan seorang pemain musik yang bisa mendengarkan lagu lalu menyesuaikan kuncinya....aku menghafal semua isi partitur dan bermain dengan menghitung.
Sering not-notnya aku bunyikan, dengan pelafalan berbeda tapi bunyinya sama.....nada do sol mi pindah ke kombinasi re fa la tapi bunyinya sama.....mas Agung dan anak-anakku yang sangat musikal tertawa melihat dan mendengar caraku belajar.
Ingat jaman SMA dulu saat aku menghafal partitur paduan suara dalam mobil sepanjang jalan ke sekolah, mungkin saking tidak tahan mendengarkan suaraku, papa bilang...."mbak kamu itu membunyikan nada sol sama mi koq sama..." .....hahahahahahaha......
Caraku menghafal ini juga tidak bisa sambung dengan teman-teman yang lebih musical, kalau kita mau menyamakan nada, mereka akan bilang syair atau bagian lagunya....sementara aku tidak hafal syair dan bagian lagu, aku akan tanya di partitur halaman berapa bagian yang mana, dan merekapun bingung menjawabnya.......ternyata setiap orang memiliki cara sendiri untuk menghafalkan.

Lagu yang kami mainkan saat itu, Manuk Dadali dan Dari Sabang Sampai Merauke.  Alat yang biasa kami pakai berlatih dan alat yang akan dimainkan saat lomba ternyata berbeda ukuran.  Sebagai pemain amatir, perbedaan alat bisa membuat kami lupa semua not dan pukulan.  Hati kami sempat panik.  Sepertinya harus berlatih dengan alat yang memiliki ukuran yang sama dengan alat yang akan dimainkan itu.  Akhirnya kami pindah tempat latihan dari Armabar ke Pasmar di Cilandak.  Agak lumayan mengobati kepanikan.  Usaha dan latihan kami tidak sia-sia, tim gabungan  Jalasenastri meraih juara pertama.  Horeeeeeee.........

Setelah perlombaan itu, Armabar tetap meneruskan berlatih sebagai persiapan lomba berikutnya.  Di bawah asuhan pelatih senior pak Boy Makalew kami menyiapkan 2 buah lagu Neng  Geulis dan Nenek Moyangku.  Lawan terberat kami tim Pasmar 2, yang sebagian anggotanya adalah teman-teman seperjuangan kami saat lomba di Dharma Pertiwi.  Kami saling tahu kemampuan masing-masing.  Pelatih kami pak Boy, memegang 4 tim, juga mengatakan hal yang sama.  Tim Armabar akan menjadi lawan terberat tim Pasmar 2, tergantung mana yang lebih siap saat lomba, dengan aransemen yang hampir sama sulitnya di lagu wajib Nenek Moyangku.  Lomba yang kontroversial, salah satu juri bukan juri yang menguasai atau dapat bermain kolintang.  Saat kami naik panggung, ketika melirik barisan juri, hati kecilku sudah berbisik ada sesuatu yang akan merugikan tim kami.  Dan bisikan hatiku menjadi kenyataan, kami kalah total, bahkan dari tim dengan aransemen sederhana dan penyanyi bersuara false.  Tidak satupun nomor kami raih.  Setelah mendengarkan rekaman lomba, semakin jelas kalau lomba ini layak mendapat julukan lomba yang kontroversial.

Kekalahan tim kami, malah membuat kami bertekad berlatih terus dengan aransemen yang semakin sulit.  Dan aku memang minta kepada pelatih untuk memberikan aransemen lagu yang sulit dan lebih rumit.  pelatih kami memberikan lagu Logika yang aransemennya keriting.  Memerlukan 6 kali pertemuan untuk mengerti alur bermainnya.  Dan karena kami akan tampil lagi di acara intern, latihan dipacu menjadi setiap hari di minggu terakhir plus masih ditambah satu lagu baru lagi yang lebih mudah.  Total kami harus menghafalkan 2 lagu baru dan 2 lagu lama. 4 lagu.....!!!
Untuk pemain profesional mungkin ini bukan hal yang sulit.  Tapi aku baru bermain alat ini di usia menjelang 50 tahun, dan ini adalah prestasi.
Ternyata otak kita kalau dipaksa dengan semangat dan keinginan bisa menghafal dengan baik.

Bermain musik itu mencerdaskan kata para ahli, mungkin aku akan merasakan manfaatnya dalam beberapa tahun ke depan.


No comments:

Post a Comment

Translate

Button

Warna Warni Perjalanan
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...