Loading

Being Parent of Teenagers

Widya | Monday, March 10, 2014 |
Setiap masa pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, membawa kesenangan dan kerumitan sendiri.
Ketika mereka masih kecil, bila mereka melakukan kehebohan, orang akan bilang "maklum masih anak-anak", atau rumah berantakan tak kunjung rapi, kita akan beralasan "masih punya anak kecil" dan ketika kita tidak bisa mengikuti kegiatan dengan teman-teman, mereka juga akan mengatakan..."masih repot punya anak kecil".  Bayi dan balita tergantung demikian kuat pada keberadaan orang dewasa untuk membantu dan menjaga mereka.
Dan kitapun berkhayal alangkah enaknya nanti kalau anak-anak sudah besar.

Tiba saat anak-anak melangkahkan kaki menuju dunia luar, berkenalan dengan teman sebaya, berkenalan dengan aturan lain selain aturan keluarga.  Sekolah menjadi tempat mereka mengenal teman sebaya dan aturan formal.  Ternyata ada kerumitan lain, "apa kata teman, apa yang dilakukan teman, guruku bilang".  Dan kitapun berakrobat logika dengan mereka, terutama kalau logika orangtua benar-benar berlawanan dengan logika "orang-orang" itu.  Mereka mulai bisa bersuara, berbantah da ber"logika" sendiri.  Kita juga berjuang dengan kenakalan-kenakalan lain...malas, berbohong, lalai.  Akrobat kita juga menjadi lebih heboh terutama karena kita juga dibatasi oleh aturan-aturan pengasuhan yang kalau kita langgar akan menambah kerumitan baru. Dan kitapun berkhayal lagi...tunggu nanti kalau mereka sudah remaja pasti lebih ringan.

Tak terasa mereka sudah remaja, ah ternyata kerumitan tidak berkurang hanya berganti bentuk. Semua hasil akrobat kita sudah menjadi sikap dan tata nilai mereka, namun itu ternyata juga belum cukup.  Mengenal lawan jenis, termakan iklan supaya lebih langsing, memakai produk-produk praktis, mencoba semua bahan kimia demi penampilan, dan pertanyaan-pertanyaan dewasa lain, yang kita dulu tidak pernah tanyakan ke orangtua kita.  Perjuangan baru dimulai, dan kali ini lebih berat.  Berat karena remaja-remaja itu pasti sudah punya logika sendiri, punya langkah yang panjang dan kuat, keberanian yang semakin bertambah, dukungan teman-teman.  Pertolongan Tuhan menjadi andalan utama membawa remaja-remajaku.

Satu hal yang sangat aku syukuri, aku melakukan HOMESCHOOLING.  Pilihan ini membantuku untuk menanamkan aturan dan mendampingi, mengenal satu sama lain lebih panjang dan dekat. Diakui atau tidak, dengan HS aku tidak terbiasa menyerahkan semua masalah pada orang lain atau institusi lain.  Anak-anak lebih mengenal kebiasaan orangtua, demikian juga sebaliknya. Memberikan jawaban seakurat mungkin dengan bukti yang bisa mereka baca dan lihat menjadi andalanku. Membuang rasa malu dan jengah menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.  Aturan tidak ada rahasia di antara keluarga kami juga menjadi alat bantu yang handal.  Sampai usia mereka yang sudah belasan, aku masih secara acak memeriksa kamar, gadget dan tas-tas mereka. Kenal dan tahu teman-teman mereka juga menjadi kebiasaanku.  Menjadi teman mereka di sosial media menjadi syarat mutlak.
Kalaupun ada kesalahan-kesalahan, semua bisa diselesaikan secepat mungkin.  Tidak ada yang tidak melakukan kesalahan bukan....

Jadi kata siapa nanti kalau sudah besar tugas kita sebagai orangtua lebih ringan.....?

ps : soale bukan termasuk orangtua yang cuek dan sibuk dengan diri sendiri sih....hehehehehehe

No comments:

Post a Comment

Translate

Button

Warna Warni Perjalanan
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...