Loading

Akhirnya Kenal Infus Juga

Widya | Thursday, March 02, 2017 |
"Ma, aku demam, tapi demamnya hanya tiap malam saja." Dea berkata lemas pada Minggu malam.  Aku menempelkan tangan ke dahinya..."tapi gak terlalu panas mbak, kalau minum paracetamol nanti badanmu dingin.  Istirahat saja, kamu capek banyak kegiatan."
Esok malamnya, terulang lagi keluhan yang sama.
Selasa pagi aku berangkat ke Yogya sampai Kamis, karena aku menganggap demamnya hanya masuk angin saja.
Rabu malam, Dea kembali mengeluh demam dan ada benjolan di lehernya.  Aku memintanya ke dokter besok pagi dan dek darah.  Aku minta pak Heno, pengemudi di rumah kami untuk mengantar dan mendampingi Dea.
Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, Dea kembali mengirimkan berita di whatsapp, kalau hasil tes darahnya thypus.
"oke mbak, kalau hasilnya seperti itu, mbak Dea gak bisa lanjutkan kegiatan hari ini.  Kamu ke kampus hanya untuk mengisi KRS lalu pulang.  Kegiatan lain kamu delegasikan ke temanmu saja."

Selama week end, Dea hanya istirahat saja.  Mas Agung menelepon temannya yang dokter untuk meminta obat. Kami tak membawanya ke rumah sakit.  Aku bilang ke Dea, kita akan ke rumah sakit, kalau Senin keadaannya belum juga berubah.

Minggu sore mas Agung pulang ke Surabaya. Aku tak mengantarnya.  Mas Agung pergi dengan pak Heno.  Dea semakin parah, perutnya terasa sakit.  Di rumah kebetulan  ada papa, mama, Ledy, Albert dan Alda.  Akhirnya kami semua memutuskan untuk opname saja.  Dibantu semua orang, aku menyiapkan semua keperluan menginap di RS cambial menunggu pak Heno datang.
Aku pikir, aku akan ke RS hanya dengan pak Heno saja, tapi ternyata semua juga mau ikut.  Jadilah kami berangkat dengan dua mobil.

Di perjalanan, aku mengabarkan ke mas Agung, kalau aku membawa Dea ke RS.  
Hujan yang sudah turun sejak Januari menemani perjalanan kami.  
Melewati Jagorawi, mendadak aku dapat ide untuk belok ke Cilandak saja, ke Rumah Sakit Marinir Cilandak. RSAL Mintohardjo terlalu jauh,  dan melewati wilayah ganjil genap di hari kerja akan menyusahkan kalau pak Heno harus mengantar sesuatu.
Perubahan rute mendadak ini mengakibatkan Albert tak sempat masuk jalur Cijantung.  Sorry ya Bet.😄

Karena kami tak membawa surat pengantar untuk BPJS, maka kami memilih masuk melalui UGD.  
"Mas, aku ke Cilandak. Mas bisa bantu untuk masuk ke RSMC, mungkin mas Wayan bisa kontak temannya di sini." aku mengabari lewat whatsapp.
Dea tak memiliki kartu berobat, karena memang tidak pernah berobat ke rumah sakit.  Siapa gitu ya yang suka pergi ke rumah sakit kan.
Tak lama kami sudah mendapat kamar di Paviliun Cempaka kamar V2.
Kamarnya besar, memiliki meja makan dan 2 sofa, kamar mandi di dalam.  TV besar dengan acara TV kabel.  Seperti apartemen.
Akhirnya pakai infus juga mbak.

Aku sudah membawa perlengkapanku selama menunggu, sulaman, buku, laptop.  Bersyukur aku punya hobi yang bisa aku lakukan dalam keadaan paling membosankan sekalipun.
Namun senjata pembunuh waktu ini tak membantuku saat masuk angin.  Hari Rabu pagi mendadak perutku melilit, diare dan muntah.  Waduh gawat banget kan, punya tanggungan ngurus orang sakit, malah ikut sakit.  
Aku wa mama, tanya obat apa yang bisa meredakan perutku.  Mama sudah seperti apoteker di rumah,  mungkin karena terbiasa mempelajari keluhan penyakit dan obat yang diminum.
"Pankreoflat, neuroboon dan mylanta mbak.." wa mama.
Resepnya manjur. Sore perutku sudah enakan.

Satu hal yang lucu, karena badannya gak enak, nafsu makannya juga turun.  Akhirnya porsi makan menu rumah sakit tidak pernah habis.  
Sayang kalau dibuang, akhirnya setiap menu makanan datang langsung aku bagi dua.  Separo untukku, dimakan dengan sambal Roa kiriman mbak Helen.....rasanya ya enak saja.
Sorry ya mbak mama makannya pakai sambel.....hehehehehehe
Mungkin nanti aku juga jadi langsing, karena makan bubur terus.

Ayo mbak....berjuang biar cepat pulang kita.  Nanti langsung creambath, refleksi dan makan enÃ¥k ya mbak.  Tapi sehat Ndulu.







Read More
Be the first to comment!

Translate

Button

Warna Warni Perjalanan